Kamis, 12 Maret 2015

RUU PRT BELUM JADI PRIORITAS

Perlindungan bagi pekerja di sektor informal masih minim. Padahal, jumlah mereka cukup besar.

RANCANGAN Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) yang sudah masuk daftar Program Legislasi Nasional  (Prolegnas) 2015 masih sulit untuk segera disahkan parlemen. Beberapa hal menjadi alasan.

Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Dian Kartikasari menilai peluang RUU itu disahkan tahun ini amat kecil, Jika berkaca dari pengalaman sebelumnya yang membolehkan setiap komisi di DPR hanya satu tahun membahas UU.

"Sepertinya kecil untuk dibahas hingga akhir tahun ini. apalagi, saya melihat kurangnya prioritas di dalam RUU ini. Maka dari itu, dalam Prolegnas nanti saya kira tidak sampai 50% RUU akan dibahas," ujar Dian saat dimintai keterangan di Jakarta, kemarin.

Lebih jauh ia juga menilai apabila RUU itu disahkan, pemerintah akan mengalami kesulitan dalam mengawasi penerapannya lantaran cakupan RUU yang terlalu spesifik hingga ke rumah-rumah.

Dian menambahkan, kunci keberhasilan pemerintah nanitnya terletak pada komunitas-komunitas masyarakat, termasuk RT hingga RW di setiap daerah. "Kalau cuma pemerintah yang bekerja sendiri berat sekali. Nggak mungkin kan pemeriksaan dari rumah ke rumah setiap hari," katanya.  

Meski demikian, ia berpendapat secara keseluruhan RUU itu memiliki daya pelindungan yang kuat bagi PRT. Karena itu, Dian meminta agar diselenggarakan pendidikan dan penyuluhan bagi masyarakat untuk memahami peraturan serta mekanisme terhadap RUU tersebut.  

"Yang paling penting, pemerintah harus membuat sebuah kelembagaan yang dapat menegakkan peraturan dalam RUU tersebut."

Di tempat terpisah, anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh menyatakan pihaknya sedang memperjuangkan RUU itu agar dapat segera disahkan. "Saya tidak tahu persis kapan, tapi kami akan berusaha agar RUU ini bisa masuk ke short list Prolegnas 2016," ujarnya.

Perlindungan minim
Keberadaan PRT tampaknya masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah dan wakil rakyat yang duduk di parlemen. Terbukti hingga saat ini RUU PRT yang telah disusun sejak 2004 itu belum menjadi prioritas untuk disahkan.  

Padahal UUD 1945 pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sebaliknya, perlindungan bagi pekerja di sektor informal ini masih minim.

Data KPI menunjukkan, mayoritas perempuan berusia 15 - 35 tahun dari 917 desa di pelosok Tanah Air memilih untuk bekerja di kota-kota besar menjadi PRT. Artinya, jumlah mereka cukup banyak.  

"Diakui atau tidak, PRT memberikan sumbangan besar bagi jalannya roda pembangunan baik langsung maupun tidak. Tapi ironis, hal itu tidak diimbangi dengan perlindungan dan keamanan bagi mereka," kata Dian di sela peringatan Hari Perempuan Internasional di Jakarta, pekan lalu.

KPI juga menilai PRT rentan akan kekerasan, baik secar fisik, psikis, seksual, ekonomi, maupun sosial. Bahkan, akses komunikasi kepada sanak keluarga mereka pun sangat terbatas. Sayangnya, peraturan yang dibuat pemerintah, khususnya UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, tidak mencakup perlindungan bagi PRT. (Mut/S-3)

Richaldo Y Hariandja
richaldo@mediaindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jadi Saksi Kunci, Pembantu Jessica Masuk Perlindungan Saksi Polisi

PENYIDIK Polda Metro Jaya hingga kini masih mencari penyebab pasti mengapa Jessica Kemala Wongso membuang celana jinsnya, celana yang dip...